BERAWAL DARI TEMPAT SAMPAH
“Dream,
puisimu dimuat,” lengkingan khas Aminatun mengagetkanku.
“Apa
iya? Yang bener? Tahu dari mana?,” teriakku nggak kalah kerasnya.
Aku
masih belum sadar sepenuhnya ketika mendengar berita itu. Puisiku dimuat? Apa
iya puisi jelek begitu berhasil masuk media, bukannya sudah lama aku
mengirimkannya. Seingatku aku mengirim puisi itu tanggal 31 Mei 2007, sewaktu
masih kelas X, lha ini beritanya aku sudah kelas XI. Kukira sudah wassalam ke
tempat sampah redaksi. Kalau benar puisi itu dimuat, berarti itu akan menjadi
tulisan pertamaku di media.
“Mana?
Kamu lihat di mana?,” aku masih terus menginterogasi Mina.
Lama
ia tak menjawab, seperti ada sesuatu yang dipikirkan, atau dia mencari kosa
kata yang pas. Atau apalah, aku juga bingung melihatnya.
“Emm..
di tempat sam…pah,” katanya ragu-ragu.
“Haaa…..,”
Glek.
Aku
bingung untuk mencari kiasan perasaanku ini. Belum juga selesai euforiaku
mendengar tulisan pertamaku dimuat media, eh berita kedua sangat mengejutkanku.
Kukira temanku itu melihat tulisanku sewaktu dia membaca koran itu di mana
gitu, di perpus, di tempat saudara, di lapak koran atau di mana lah, eh nggak
taunya malah di tempat sampah. Tempat sampah? Huaa malang sekali nasibku.
Tapi
aku bersyukur, walau ia menemukannya di tempat sampah, setidaknya ia masih mau
memberitahuku. Tuhan memang unik dan memberitahukan sesuatu juga dengan cara
yang unik. Coba kalau temanku nggak iseng lihat tempat sampah di dekat rumah
saudaranya, selamanya aku juga nggak akan tahu kalau tulisanku dimuat. Yah,
walau dari tempat sampah aku senang sekali melihat tulisanku itu,
kupamer-pamerkan ke teman-teman, maklum masih anak SMA. Walau agak
menjengkelkan ketika kukonfirm tentang bingkisan atau honor atau semacamnya ke
redaksi koran tersebut ternyata tak ada respon padahal dalam kolom puisi disebutkan
bahwa bagi naskah yang dimuat akan diberi imbalan sepantasnya.
Sudah
ditemukan di tempat sampah, tak ada honornya lagi. Begitulah nasib tulisan
pertamaku.
***
Meskipun
pengalaman tulisan pertamaku tidak begitu menyenangkan tapi bukan berarti aku
menyerah begitu saja. Life must go on
guys. Aku terus menulis dan membuktikan bahwa tulisanku bukan tulisan
sampah.
Kelas
XI aku semakin aktif menulis, terutama di majalah Teen. Alhamdulillah tulisanku
sering dimuat, berupa opini atau sekedar surat pembaca. Senang sekali waktu itu
karena sering mendapat kaos. Hihi. Petugas TU dan teman-teman jadi hapal deh
untuk siapa dan apa isi kiriman tersebut saking seringnya aku mendapat kiriman.
Puncak kegembiraanku ketika mendapat
kabar bahwa cerpenku “ME: Si Nezza Troble Maker” berhasil dimuat di majalah
Teen pada Juli 2008. Aku sungguh tak menyangka bila cerpenku itu akhirnya
dimuat, sudah hampir setahun aku menunggu kukira tak layak muat. Akhirnya
cerpen pertamaku dimuat di majalah nasional dan dibaca oleh Teenholics di
seluruh nusantara. Honor cerpen tersebut kupakai untuk membeli dua novel Ketika
Cinta Bertasbih yang waktu itu sedang booming. Senangnya bisa membeli novel
dengan uang sendiri.
Aku juga sering mengikuti perlombaan
menulis, walau sering kalahnya. Hehe. Tapi justru itu yang membuatku semakin
penasaran dan mengikuti lomba-lomba berikutnya. Yang paling kuingat sampai saat
ini adalah ketika aku memenangkan lomba menulis cerpen Solopos tahun 2011.
Sangat tidak menyangka aku menyabet juara 1 untuk kategori remaja. Akhirnya
berhasil juga cerpenku menembus koran daerah lewat jalur lomba.
Aku mencoba mengasah kemampuanku
menulis dalam bahasa Jawa. Geguritan dan cerkak kucoba kirim ke majalah bahasa
Jawa Panjebar Semangat, Alhamdulillah keduanya berhasil dimuat. Aku semakin
semangat untuk menulis.
Beberapa
karyaku yang berhasil dimuat media:
1.
Puisi “Medali Kebanggaan”, Koran
inspirasi, November 2007
2.
Cerpen “Me: Si Nezza Trouble Maker”,
majalah Teen, Juli 2008
3.
Geguritan “Goncahing Alam”, Majalah
Panjebar Semangat, Juli 2011
4.
Artikel lucu “Demi Tiket Mudik” rubrik
Ah Tenane, Solopos, Agustus 2011
5.
Geguritan “Sugeng Hariadi”, Majalah
Embun, September 2011
6.
Cerpen “Tarawih Siang”, Juara 1 lomba
cerpen Solopos kategori Remaja, dimuat 23 Oktober 2011.
7.
Artikel lucu, “Mak Jegurr”, rubrik Ah
Tenane, Solopos. Oktober 2011
8.
Cerkak “Satriya Onthelku”, Majalah
Panjebar Semangat, Oktober 2011
9.
Cerpen “Balada Garam Bledhug”, juara 1
lomba cerpen GPN Purwodadi, Antologi “Aku dan Grobogan”.
10.
Cermin “Gusti Ora Sare”, Juara Harapan 5
Lomba Cermin Ilmanafia, dibukukan dalam Antologi “Seorang Nenek di Bawah Pohon
Kasturi”.
11.
Cerpen “Pemulung Ilmu”, dibukukan dalam
antologi “Mutiara Berdebu”.
12.
Cerpen Pada Helai Kamboja, dibukukan
dalam antologi Joglo, Taman Budaya Jawa Tengah “Perempuan dan Dering
Handphone”.
Tulisanku
memang baru sedikit dan jauh dari kata bagus. Tapi semoga dari yang sedikit itu
bisa menginspirasi dan menghibur orang lain. Tak kupungkiri bahwa kegilaanku
menulis berawal dari dendam masa lalu. Tak kubiarkan tulisanku berakhir di
tempat sampah.
Berawal
dari tempat sampah, tak berarti selamanya akan menjadi sampah, kan?
***
good job dream
BalasHapustengkyu mbak, doane ae ya.
HapusUntuk mendokumentasikan tulisan atau berita mengenai anda, Kami dari SOLOPOS menyediakan pelayanan arsip PDF SOLOPOS edisi lama.
BalasHapusBila arsip dikopi di kantor redaksi SOLOPOS, siapkan flashdisk anda.Bila anda tidak mempunyai flashdisk, kami menyedikan cakram DVD berikut boxnya dengan biaya Rp 7.500. Untuk tariff arsip PDF, harga per edisi utuh Rp 4.000. Alamat redaksi kami ada di Jalan Adisucipto 190 Solo.
Bila peminat ada di luar kota dan menghendaki arsip PDF, maka biaya dikenakan biaya Rp 10.000 untuk pemesanan 1 atau 2 edisi . Arsip PDF akan dikirim via email.
Priyono
Staf Penjualan Online
081578830445