THE POWER OF A DREAM
Mimpi adalah kunci untuk kita
menaklukkan dunia
Berlarilah..tanpa lelah..hingga
engkau meraihnya..
Kita
tentu sudah tak asing dengan petikan lirik lagu di atas. Ya, soundtrack Laskar
Pelangi yang dipopulerkan oleh Nidji memang memberi nuansa tersendiri tidak
hanya bagi pecinta musik, tapi bagi orang pada umumnya. Lirik lagu yang
dilantunkan mempunyai efek tersendiri bagi pendengarnya.
Tidak
berlebihan apabila mimpi dianggap sebagai kunci untuk menaklukkan dunia karena
semua berawal dari mimpi. Jika mimpi saja kita tidak berani, bagaimana kita
bisa menaklukkan dunia? Ketika kita merasa sudah tak punya apa-apa di dunia
ini, ingat, kita masih punya mimpi, entah bagaimana wujud mimpi itu, yang
penting kita harus punya!
Sudah
sering kita mendengar kisah-kisah tentang kekuatan impian. Bahkan telah banyak
hadir novel yang menggambarkan tentang perjuangan menggapai mimpi. Laskar
Pelangi, dengan kesederhanaan tokoh-tokohnya, bersekolah di sekolah yang tak
layak, kehidupan mereka jauh dari enak. Tapi mereka selalu percaya dengan
mimpi, bolehlah mereka miskin, tapi jangan sampai mereka kehilangan asa,
kehilangan mimpi. Ternyata perjuangan mereka pun tak sia-sia. Ikal dan Arai,
tokoh dalam novel tersebut berhasil masuk Universitas Sorbonne, Prancis dan
bertualang menaklukkan Eropa.
Begitu
pula dengan kisah Negeri 5 Menara. Persahabatan enam santri beda pulau, beda
bahasa, beda budaya tak menyurutkan mereka untuk bermimpi. Dengan mantra Man Jadda wa Jada mereka ukir
mimpi-mimpi tersebut di bawah menara. Memandangi awan-awan seolah-olah itu
adalah pulau impian mereka, negara yang ingin dikunjungi. Siapa sangka suatu
hari mereka berhasil menggapai mimpi dan memenuhi janji untuk foto di bawah
menara impian masing-masing.
Sekali
lagi, jangan remehkan mimpi.
Ahlamu yaum haqiqotan ghodda. Sebuah
pepatah arab yang mungkin belum familiar di lingkungan masyarakat kita. Tapi
arti dari pepatah tersebut sungguh luar biasa, mimpi hari ini adalah kenyataan
esok hari. Jadi apakah kita masih belum percaya dengan mimpi? Mulai sekarang
bermimpilah. Karena esok hari tergantung dari mimpi kita hari ini.
Berusaha Untuk Menggapai Mimpi
Tidak
ada yang mudah, tetapi tidak ada yang tidak mungkin. Kata-kata Napoleon
Bonaparte, penguasa Prancis yang legendaris. Saya masih memegang motto itu, tak
terkecuali dalam hal meraih mimpi. Mimpi tidak hanya sekedar mimpi, tentu harus
ada usaha yang menyertainya. Percuma kita bermimpi setinggi langit tapi tak ada
usaha untuk mewujudkan mimpi itu. Dreaming
without action is nothing.
Bermimpi
juga butuh konsekuensi. Tak mungkin kita hanya berani bermimpi, saya ingin
kaya, saya ingin berkeliling dunia, saya ingin ini, ingin itu, tapi tak ada
usaha untuk mewujudkan mimpi tersebut. Hal itu bisa dikatakan sebagai
kriminalitas untuk diri kita. Berbohong pada diri sendiri juga merupakaan
kejahatan pribadi.
Mulailah
dengan hal-hal yang sederhana dan kecil. Tulis mimpi kita, dengan itu kita akan
merasa terus termotivasi. Danang Ambar Prabowo, Mawapres ITB 2010 yang lebih
dikenal dengaan Sang Pembuat Jejak juga melakukan hal tersebut. Dia menulis
target-target dalam hidupnya dan mencoretnya ketika target tersebut telah
tercapai. Tentu dengan usaha yang tidak mudah untuk mencapai 100 target yang ia
tulis, termasuk mimpinya untuk pergi ke negeri sakura. Ia pun tak percaya
ketika mencoret targetnya yang ingin pergi ke Jepang. Mencoret target berarti
dia telah meraih target tersebut. Man
jadda wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil. Nothing’s impossible.
Bermimpi
memang menuntut pengorbanan, konsekuensi dari sebuah pilihan. Contoh terdekat
dalam lingkungan saya adalah perjuangan anak seorang pemulung di Jogja untuk
menjadi dokter. Siapa pun berhak meremehkan cita-cita tersebut, termasuk saya.
Jujur, saya pun tidak berani bermimpi untuk menjadi dokter, realistis saja,
kuliah di fakultas kedokteran butuh biaya yang tidak sedikit, apalagi
penghasilan seorang pemulung yang tak seberapa. Orang tua saya yang pensiunan
PNS tidak memiliki penghasilan yang memadai untuk membiayai saya kuliah di
fakultas kedokteran. Dan saya pun berhenti bermimpi, tapi tidak untuk anak
pemulung tersebut. Baginya, hanya mimpi yang dia punya, jadi apa saja akan
dilakukan untuk mencapai mimpi tersebut.
Agus,
si anak pemulung yang punya mimpi besar tesebut benar-benar membuktikan
omongannya. Memang dia dikaruniai otak yang cerdas, walau hidupnya hampir
dihabiskan untuk membantu orang tuanya memulung sampah, tapi dia tetap bisa
mengejar materi di sekolah. Akhirnya, dia diterima di Fakultas Kedokteran UGM
melalui jalur PMDK. Orang tuanya mendukung, dengan usaha apapun mereka
membiayai kuliah anaknya. Agus tidak minder, walau dia satu-satunya mahasiswa
FK yang berangkat-pulang naik ontel tua, tetap mulung setelah kuliah, belajar
bermodal buku pinjaman, toh akhirnya dia lulus dengan predikat cumlaude.
Seorang anak pemulung buta huruf berhasil menjadi dokter. Hal yang dulu sangat
saya ragukan.
Belajar
dari kisah hidup tersebut, saya pun tak mau kalah. Mimpi saya dari dulu adalah
menjadi penulis, minimal pernah menjuarai lomba. Walau berkali-kali saya kalah
dalam kompetisi, saya tidak mengenal kata menyerah. Cerpen saya berjudul
Tarawih Siang berhasil menjadi juara 1 lomba cerpen Solopos. Padahal saya tak
ada target untuk memenangkan lomba ini. Satu kalimat yang saya ingat dari penulis
produktif Mas Yudhi Herwibowo, “optimis perlu, tapi jangan berekspetasi
berlebihan”. Terkadang sesuatu yang tak kita harapkan memberi kejutan pada
kita.
Alloh
berfirman “. Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra’d:11).
Jadi,
masihkah takut untuk bermimpi?
0 komentar: