Curhatan Mbuh
Terkadang
apa yang kita harapkan tidak sesuai kenyataan, begitu pula sebaliknya apa yang
tidak terlalu kita harapkan malah sering memberi kita kejutan. Ya aku
mengalaminya berkali-kali dalam kejadian yang berbeda.
Kalau
untuk penulisan sendiri biasanya berhubungan dengan naskah. Terkadang aku
terlalu PD dalam menilai naskah sendiri. Dalam hati berkata, ah ceritaku bagus,
pasti dimuat. Tapi kenyataannya malah penolakan yang aku dapatkan. Sebaliknya,
naskah yang aku sendiri sepet membacanya,
malah dimuat.
Masa
SMA menjadi masa yang penuh dengan experimen menulis. Dulu aku sering banget
kirim tulisan ke majalah Teen. Apa saja, mulai dari you’ve got mail (semacam
surat pembaca) komentar tentang curhatan Teenholics
sampai cerpen. Yang paling aku ingat dulu adalah ketika mengirim satu
cerpen bertema anak SMA, ceritanya ya berasal dari pengalaman teman sehari-hari
selama sekolah. Seingatku sudah 7 bulan aku mengirimkan cerpen itu. Ah pasti
nggak dimuat deh, sudah selama itu, pikirku. FYI, waktu itu aku nggak ngerti
standar lamanya naskah dimuat atau tidak. Suatu sore sepulang sekolah aku
dikagetkan dering hape bapak, ada telefon, nomor Jakarta. Waduh siapa ya?
Ow
ow ternyata itu adalah telefon dari sekred majalah Teen yang mengabarkan bahwa
naskahku akan dimuat dua minggu lagi. Kalau saat itu sudah ada tren koprol
mungkin aku sudah koprol. Waktu itu honornya Rp. 150.000 dipotong pajak jadinya
145 sekian. Langsung saja kubelikan dua novel KCB yang waktu itu sedang tren. Senangnya.
Pengalaman
yang tak kalah seru aku dapatkan sewaktu kuliah. Waktu itu aku mengirim beberapa
cerpen ke Annida Online, dan semuanya…. ditolak. Wakakak. Komentarnya ada yang
terlalu banyak dialog, ending tidak logis, konflik kurang kuat. Ah pokoknya
banyak sekali catatannya. Ya sudah karena mutung,
ada cerpen yang kubuang ke tempat sampah. Tak lama kemudian aku dapat kabar
kalau Solopos mengadakan lomba cerpen. Sekali lagi iseng, cerpen print out yang
sudah kubuang ke tempat sampah aku ambil kembali. Aku kirim ke Solopos, sama
sekali tak ada niatan untuk menang. Pengumuman pemenang kapan, aku pun tak tahu. Ora
nggagas.
Kejutan
datang, seorang senior menulis mengabariku kalau cerpenku berhasil menjadi
juara 1 lomba cerpen Solopos. Haa? Ciyus? Enelan? Selama jam kuliah aku nggak
konsen. Segera setelah jam kuliah selesai aku bergegas ke lapak Pak Heru di
dekat jembatan. Tanpa ba-bi-bu aku ambil satu koran Solopos, kulihat halaman
paling belakang.
Juara
1, Impian Nopitasari. Judul Cerpen: Tarawih Siang. Di bawah tulisan itu tertera
nominal Rp. 2.000.000. Dua juta? Huaa bermimpi jadi juara 3 pun aku tak pernah.
Ini malah juara 1. Wah ini sih bisa untuk bayar SPP atau beli kamera saku. Aku langsung
sujud syukur. Kalau saja cerpenku dimuat Annida aku hanya dapat Rp. 50.000 aja
lho. Ini malah 40x lipatnya.
*note: semua cerpen
yang ditolak Annida akhirnya menemukan jodohnya masing-masing di media atau
antologi yang bergengsi.
Tentang
Media Bahasa Jawa
Aku
mulai tertarik menulis bahasa Jawa karena aku sering membeli majalah itu rutin
sebagai upeti untuk bapak kalau pulang ke rumah. Sebenarnya aku sudah mengenal
majalah itu sejak SMP, hanya aku tak rutin membeli. Keinginan menulis pun belum
ada.
Tulisan
pertamaku yang dimuat di majalah PS itu berwujud geguritan. Wah aku senang
sekali waktu itu memamerkan hasil karyaku. Soalnya jarang kan yang bisa menulis
seperti itu di sekitarku. Norak? Bodo.
Tulisan
kedua yang dimuat adalah Roman Remaja (Manja). Aku mulai tertarik menulis manja
karena sering melihat karya dari Gayuh R. Saputro. Aku ini fans setianya lho. Hehe
piss Mas, ngefans kan gak dilarang to? Setelah manja pertama dimuat aku mulai
sering mengirim manja manja lainnya. Alhamdulillah satu persatu dimuat.
Karena
ingin mencoba hal baru, aku iseng mengirim tulisan di JB. FYI, aku belum akrab
dengan majalah ini. Beli pun belum pernah. Aku hanya lihat majalah ini di lapak
pak Heru dan melihat alamat email. Satu karya aku kirim ke majalah itu, tanpa
tahu segmen penulisannya, ketentuan karakter, dsb. Nekat? Iya, bego banget?
biarin.
Kalau
tidak salah sebulan kemudian ada telefon dari Bu Wuwuh, redaksi JB mengabarkan
bahwa ceritaku di muat di rubrik taman putra. Aku jadi ngeh kemudian bahwa
taman putra itu ya seperti Wacan Bocah di PS. Lah padahal aku nggak merasa itu
cerita anak-anak lho, ciyusss… baca saja ceritaku yang berjudul “Kadho Spesial”.
Karena
masih ada rona-rona bahagia pasca pemuatan tulisan pertamaku di JB, aku kembali
mengirimkan satu cerita. Cerita tentang konflik keluarga dan cinta tak sampai. Satu
hari kemudian ada telefon dari redaksi JB lagi. Kali ini bukan Bu Wuwuh.
“Impian
Nopitasari ya? iku jeneng asli ora nduk? Ceritamu apik, aku seneng. Tulisane ora
akeh sing salah. Isih kuliah awakmu? Asline ngendi? Ceritamu iki bakal
dakpacak, entenana wae ya,”
Haduh
aku serasa diwawancara, apa aku mau dijadikan menantu ya? Jiaa.. ngarep banget.
aku hanya bisa bilang “Nggih.. nggih Pak,”
“Ora
Pak, celukana aku Mbah ya,”
“Oh..
Nggih Mbah, matur nuwun,”
Horee..
ceritaku bakal dimuat lagi. Aku bersyukur akhirnya sedikit demi sedikit bisa
membuktikan pada orang-orang yang dulu sering meremehkanku. Aku ini bisa!
Pengalaman
menyenangkan juga aku dapatkan ketika geguritanku dimuat Solopos dan
berdampingan dengan “Becak” nya mas Zuly Kristanto. Itu pun aku dapat kabar
dari Pak Heru, my updater. Haha. Wah saat itu aku sadar bahwa aku juga sudah
familiar dengan nama Zuly Kristanto. Sudah sering aku melihat namanya. Iseng saja
aku cari di FB dan ketemu. Haha aku kasih tahu saja kalau cerkaknya dimuat lho.
Ternyata masnya asik juga. Syukurlah, kirain jutek. Hehehe. Senang memang
menjapat teman baru. Kejutan datang lagi, tak lama kemudian ada friend request
dari seorang bernama Risdian Gayuh Sn. Kok nggak asing ya? woalah aku sadar ini
adalah orang yang dulu kucari di FB tapi tak ketemu, eh kok sekarang aku di-add
sendiri. Gayuh R. Saputro, iya orang yang kufans karyanya, dan ternyata mas
Zuly Kristanto dan Gayuh R. Saputro ini teman sekamar. Gubraakk… dua orang yang
kufans ternyata kanca raket.
*aku
ngefans karyanya lho ya, santai saja Mas :)
Ah
ternyata menyenangkan juga dunia menulis bahasa Jawa ini. Selain mendapat
pengalaman baru, banyak mendapat teman baru yang gokil-gokil. Eh tapi bukan
berarti teman-teman sebelumnya gak gokil-gokil. Ya hanya mereka ini bisa diajak
sharing tentang sastra Jawa dan tentunya sering direpotkan dengan
kecerewetanku. Dua oknum di atas mungkin yang paling sering aku repotkan. Hehe ngapunten
Mas -_-
FYI,
sekarang aku malah ketagihan menulis dengan bahasa Jawa. Sekarang malah jarang nyerpen atau nulis short story. huaa..
3 komentar: